Kamis, 31 Oktober 2024 08:10 Podomoro Feedmill
Dalam usaha budidaya ayam pedaging,
peternak harus memperhatikan masa kritis serta tahap akhir pemeliharaan, yaitu
masa panen. Masa panen menjadi indikator keberhasilan usaha budidaya yang
dijalankan. Aktivitas panen merupakan proses akhir dari seluruh kegiatan
budidaya, dan hasil panen akan menentukan keuntungan yang diperoleh peternak. Berikut
beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan oleh peternak ayam broiler
pemula dalam menentukan waktu panen.
Strategi Menentukan Umur Panen Ayam
Broiler
Menetapkan usia panen ayam ternak
broiler tidak boleh dilakukan sembarangan. Sebab, waktu panen yang tepat akan
memengaruhi besarnya keuntungan yang didapat oleh peternak. Oleh karena itu,
ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan usia panen,
antara lain :
1. Nilai FCR (Feed Conversion Ratio)
Feed Conversion Ratio (FCR) atau
rasio konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah kilogram (kg) pakan yang
dikonsumsi ayam untuk menghasilkan 1 kg bobot tubuh.
Rumusnya adalah:
FCR = Jumlah ransum yang dikonsumsi
(kg) / Bobot tubuh yang dihasilkan (kg), atau
FCR = Feed Intake (kg) / BW (kg)
Feed intake merujuk pada konsumsi
pakan per ekor, sedangkan BW adalah bobot rata-rata ayam.
Semakin tinggi nilai FCR, semakin
kurang efisien penggunaan pakan, dan sebaliknya. Biasanya, perusahaan telah
menetapkan standar nilai FCR agar peternak dapat memantau FCR ayam broiler
setiap minggunya. Pertumbuhan ayam broiler yang optimal terjadi pada minggu
ke-4 hingga ke-6 pemeliharaan. Pada periode ini, nilai FCR mendekati standar.
Namun, pada umur 7-8 minggu, pertumbuhan bobot tubuh harian tidak seimbang
dengan jumlah pakan yang dikonsumsi, sehingga nilai FCR semakin meningkat.
Dalam kondisi seperti ini, lebih menguntungkan jika ayam broiler dipanen lebih
awal.
2. Kenali Kebutuhan Pasar
Hingga saat ini, peternak ayam
broiler memanen ayam mereka pada usia sekitar 30-35 hari dengan bobot hidup
antara 1,5-2,0 kg per ekor. Namun, waktu panen dapat disesuaikan dengan
pencapaian bobot tubuh yang sesuai dengan target kebutuhan pasar (konsumen). Sebagian
besar konsumen rumah tangga di Indonesia lebih menyukai ayam broiler berukuran
kecil (1-1,5 kg).
Sementara itu, ukuran yang lebih
besar lebih diminati oleh pihak pengolahan makanan tertentu (seperti sate dan
opor) serta industri pengolahan daging ayam (seperti nugget dan sosis). Jika
bergabung dalam kemitraan (sistem mitra), pemasarannya akan lebih mudah, karena
produk akan diambil langsung oleh pihak inti (perusahaan yang diajak bekerja
sama) dengan harga sesuai kontrak.
3. Harga Jual di Pasaran
Fluktuasi (naik turunnya) harga jual
ayam broiler di pasar menjadi pertimbangan dalam menentukan waktu panen.
Misalnya, jika terjadi kenaikan harga jual ayam pada hari-hari besar keagamaan
(Idul Fitri), periode pemeliharaan dapat disingkat atau dijual lebih awal,
asalkan bobot tubuh ayam sudah mencapai target pasar agar keuntungan yang
diperoleh lebih maksimal. Selain itu, hal ini dapat dijadikan strategi
pemeliharaan untuk ke depannya dengan memperkirakan harga jual ayam yang tinggi
pada hari-hari tertentu.
4. Kesehatan Ayam
Serangan penyakit pada ayam menjadi
faktor ekonomi yang penting, seperti pengeluaran biaya pengobatan dan biaya
pakan selama ayam sakit. Selain itu, ada risiko penurunan bobot tubuh dan
kematian. Contoh kasusnya adalah ayam broiler yang terserang penyakit colibacillosis
pada umur 32 hari (umur panen ± 35 hari). Dalam kondisi seperti ini,
disarankan agar ayam tersebut dipanen daripada diobati. Alasannya, pada usia
tersebut, bobot tubuh ayam hampir mencapai berat jual.
Sebaiknya, peternak pemula ayam
broiler membuat perencanaan yang matang, terutama dalam menentukan waktu panen.
Dengan demikian, apa yang diharapkan dari usaha beternak ayam broiler dapat
tercapai secara optimal. Semoga bermanfaat.