Sabtu, 29 Oktober 2022 10:10 Podomoro Feedmill
Gumboro atau Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit pada ayam yang sudah menyebar ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Rata-rata peternak broiler (ayam pedaging) di Indonesia pernah dipusingkan dengan penyakit ini sehingga vaksin IBD merupakan program yang wajib digunakan pada setiap peternakan broiler.
Reaksi Post Vaksinasi Gumboro
Pada kasus gumboro, mayoritas dari peternak menggunakan vaksin jenis intermediate plus yang mempunyai kemampuan untuk menembus kekebalan antibodi induk lebih awal dan mempunyai kemampuan replikasi di bursa fabricius lebih cepat dibandingkan dengan jenis vaksin intermediate ataupun vaksin mild. Vaksin jenis intermediate dan intermediate plus sering digunakan di komersial farm baik broiler maupun layer namun mempunyai risiko reaksi post vaksinasi yang cukup kuat.
Memang munculnya reaksi setelah vaksin itu sangat wajar dan ini menunjukkan sistem pertahanan tubuh ayam yang di vaksin dalam keadaan baik dan siap untuk membentuk kekebalan.
Yang menjadi masalah adalah reaksi ini bisa menyebabkan penghambatan pertumbuhan broiler jika muncul berlebihan. Reaksi setelah vaksin IBD yang berlebihan biasanya dicirikan dengan ayam yang menunjukkan lemah, lesu, nafsu makan menurun, dan pertumbuhan yang terhambat.
Penyebab Utama Munculnya Reaksi Post Vaksinasi
Berikut beberapa penyebab utama munculnya reaksi berlebihan setelah vaksinasi :
1. Performa Ayam 2 Minggu Pertama Kurang Optimal
Kondisi tubuh ayam yang kurang prima atau sakit akan menyebabkan munculnya reaksi setelah vaksin yang lebih parah. Pencapaian berat badan dan konsumsi pakan pada 2 minggu pertama merupakan salah satu kunci meminimalkan reaksi setelah vaksinasi.
2. Kekebalan dari Induk dan Ketepatan Waktu Vaksinasi
Tidak bisa dipungkiri rata-rata DOC (Day Old Chicks/ayam umur sehari) komersial di Indonesia mempunyai kekebalan dari induk terhadap gumboro karena biasanya program vaksinasi IBD Kill (inaktif) di menjelang masa produksi merupakan wajib di pembibitan.
Jika ayam divaksin terlalu cepat akan ada kemungkinan netralisasi dari kekebalan induk ke virus vaksin pada ayam-ayam yang mempunyai status kekebalan induk tinggi. Sedangkan jika vaksinasi di mundurkan maka reaksi setelah vaksin ayam yang status kekebalan induknya rendah akan lebih parah, yang lebih berisiko adalah masuknya virus gumboro yang lebih awal.
3. Jenis Vaksinasi yang Digunakan
Vaksin intermediate plus otomatis memberikan efek reaksi setelah vaksinasi yang lebih dibandingkan vaksin intermediate ataupun yang mild. Dari berbagai penelitian menyebutkan bahwa kelompok unggas yang divaksinasi dengan intermediate plus memberikan reaksi post vaksin lebih terhadap bursa fabricius.
4. Kontrol Aplikasi Vaksinasi
Selain dari jenis vaksin, kemampuan penyebaran virus vaksin dari individu yang sudah tervaksin ke individu ayam yang belum tervaksin juga sebagai kunci untuk pencegahan munculnya reaksi ini. Kunci terpenting untuk meminimalkan reaksi ini adalah menjalankan prosedur aplikasi vaksinasi air minum dengan benar. Dengan adanya kepastian bahwa ayam 100 % mendapatkan vaksinasi maka reaksi setelah vaksinasi akan dapat diminimalkan.
5. Adanya Faktor Immunosuppresi
Faktor immunosuppresi juga bisa ikut memperparah reaksi setelah vaksinasi IBD. Faktor ini bisa disebabkan karena infeksius, dimana ayam terpapar Chicken Anemia Virus (CAV), Adeno Virus, Avian Influenza, Coccidiosis, dan lain-lain. Bisa juga karena faktor noninfeksius seperti mycotoxin dan akibat ayam mengalami stres baik internal maupun eksternal (lingkungan).
Pastikan ayam dalam kondisi sehat saat melakukan vaksinasi, agar performa ayam tetap maksimal. Selain itu, biosekuriti yang ketat dikombinasikan dengan program vaksinasi yang tepat merupakan faktor kunci untuk mengurangi penyebab efek berlebih dari vaksinasi. Semoga bermanfaat.